Hi, readers! Selamat Sabtu Malam! Sssttt... ada yang bagi-bagi rahasia di Cerita Pendek berjudul "Dwi-Eka" ini. Cerpen karya Putu Amarta Sadwika Sukma ini ditokohi oleh seorang Eka yang bertindak sebagai aku. Dengan sudut pandang aku-kamuan kalian pasti bisa menebak, siapa yang dimaksud Dwi di sini. Oke, daripada penasaran, mending langsung klik Judul Posting atau "Lanjut Baca". Selamat membaca!
*PERHATIAN: Penyalinan sebaiknya menyertakan nama pengarang (Amarta Sadwika Sukma, Putu) dan link sumber (Site of Interesting Teens' Articles) sebagai etika penyalinan di dunia maya. Terimakasih!
Halo! Apa kabar? Perkenalkan, namaku Eka. Kali ini aku
yang akan bercerita kepada kalian. Aku tak akan mempermainkan waktu lagi. Tidak
ada lagi permainan waktu yang mempersulit kalian mengerti apa maksud dari
untaian kata-kata ini. Mengapa? Entahlah. Aku takut kehabisan waktu. Cerita ini
sebenarnya aku tujukan pada seseorang, kamu di antara kalian, dengan harapan kau
akan sadar bahwa kaulah orangnya. Tidak! Kau tak boleh tidak tahu lagi setelah
ini, bahkan pura-pura pun kau tak boleh. Benar! Semua ini harus sampai padamu,
tepat sebelum waktuku habis.
Hai! Kali ini aku ingin menyapa dirimu. Tek! Matamu mendapatiku memperhatikanmu.
Satu, dua, ti… Tak sampai tiga detik dan kita saling mengalihkan pandangan. Tek! Satu, du… lagi! Namun tak sampai
dua detik kau telah membalikkan badanmu. Sejenak aku bahkan tak berani menoleh
ke arahmu. Sekalipun aku ingin, aku rasa itu sudah cukup. Cukup!
Aku menyesal itu telah terjadi. Mungkin kau hanya
merasa ada yang aneh, namun aku merasa ada yang gila. Gila! Benar-benar gila!
Entah sudah berapa lama hal itu tak terjadi. Dan setelah kejadian itu,
penyiksaan ini pun bertambah seiring sang matahari terbit dan terbenam.
Mungkin aku sudah mengambil awal yang salah untuk
cerita ini. Aku belum menceritakan apa yang kurasakan padamu sebelumnya. Damai,
senang, tenang, nyaman, bersemangat, itulah yang kurasakan bila dekat denganmu.
Dekat saja, tak perlu berinteraksi itu sudah cukup. Selebihnya, mungkin kau
bisa rasakan sendiri setelah ini.
Yap! Ini adalah masalah perasaanku yang tumbuh tanpa
kau tahu. Sempat hilang dan tumbuh lagi di masa kini. Hebatnya aku, menyamar
dalam topeng super tebal yang sanggup menutupi semuanya. Bahkan cerita ini pun
tak kubuat murni, penuh bumbu sana-sini hanya untuk membuat semuanya tak
terlalu terlihat jelas, eksplisit, dan justru menjadi musuh bagi orang lain.
Orang lain?
Biar kulanjutkan ceritaku pada hari itu, hari dimana
kau telah membiusku dengan tatapan lima detikmu itu. Ya, begitulah. Uuuuh yeah!
Betapa aku tak sanggup menahan senyumku saat itu. Untuk beberapa saat aku
menjadi gila. Aku tiba-tiba berpikir bahwa segalanya akan menjadi lebih indah,
lebih sempurna denganmu. Aku terlarut dalam bayangan masa depan yang tak
mungkin terjadi. Biarkan aku hanyut dalam bayanganku, di genggaman tanganmu, di
tatapanmu, di tawamu yang lucu itu, dan di setiap gerak-gerik yang entah
mengapa selalu menarik perhatianku.
Sudah! Aku hidup di dunia nyata. Di dunia dimana di frame berikutnya kulihat seorang
laki-laki menghampirimu. Menatapmu dengan sepenuh hatinya, dan kau pun telah
membalasnya dengan senyuman hangat, khas di wajahmu. Aku hanya bisa tersenyum
melihat apa yang kalian lakukan selanjutnya. Beberapa meter dari tempatmu
berdiri, aku terpaku penuh keikhlasan. Senyum ikhlasku menghilang seiring aku
terduduk pada sebuah kursi di sebelahku. Pura-pura tak peduli, namun
memperhatikan apa yang terjadi di sana. Wahwah! Kau tampak sangat bahagia,
lega. Itulah yang benar-benar kau inginkan. Dialah orangnya yang selama ini
menjadi ceritamu.
Iya, ini sesungguhnya adalah ceritamu juga. Bagaimana
kalian menjalani hubungan yang unik, yang sangat menarik bagi pribadiku ini.
Sayang jika itu harus diakhiri dan pipimu harus basah lagi. Sudahlah, semua
orang memandang kalian sempurna, klik, cocok. Setahuku hati dipilih, bukan
memilih. Dan dalam kasus ini, hatimu telah berhasil dipilihnya dan hatinya
telah berhasil dipilih olehmu. Kalian saling memiliki, memotivasi di setiap detik
kehidupan kalian mengalir. Aku pun bisa merasakan betapa bahagianya kau telah
berhasil dimilikinya.
Deg! Aduh! Aku hanya bisa terduduk perlahan sambil meremas
kulit dadaku. Ini semakin parah. Sakit ini semakin parah. Aku bukanlah anak
teater yang mengekspresikan apa yang kurasakan seperti itu. Patah hati sudah
berulang kualami setiap aku melihatmu menjadi kalian. Namun, kau selalu berhasil
menumbuhkannya kembali. Bagaimanapun caranya.
Tarik…Tahan…Hembuskan. Aku bernafas pelan dan tenang.
Tak kusangka penyakit ini akan mengintaiku seperti ini. Ini yang membuatku
khawatir aku tak sempat menyampaikan semua ini padamu. Aku tak mau pergi tanpa
ketenangan. Kau harus tahu peranku yang lain. Peranku yang mungkin kupilih
sendiri atau sudah digariskan untukku. Dan inilah mengapa aku selalu
membohongimu.
Berbohong. Aku mengarang semuanya. Semuanya yang kau
tahu tentangku semua palsu. Aku mengarang semuanya seolah-olah pribadiku ini
ganda. Seolah-olah aku tak menyukai siapapun dengan dalih masa laluku. Aku yang
membuat itu populer. Aku yang menyebar aibku sendiri. Ya! Untuk menutupi semua
ini. Untuk mencegah dia tahu dan semuanya akan berantakan dengan tetes air
matamu. Tidak! Tidak akan kubiarkan. Aku hanya ingin kau tahu, tanpa sedikitpun
merusak apa yang kau inginkan. Sedikitpun.
Kalian yang membaca ini, semuanya, teman-temanku,
bahkan tak tahu bahwa aku hanya telah menghitung hari sebelum aku pergi dari
peradaban kalian. Penyakit ini menggerus paru-paruku. Mengintaiku dengan rasa
sakit yang sangat di dada. Adalah menjadi perokok pasif saat aku kecil yang
membuatku mengidap semua ini. Ini sesungguhnya adalah rahasia. Hanya aku, ibu,
dan ayahku yang tahu, bahkan adikku pun tidak.
Entah mengapa, semakin hari aku merasa semakin dekat
dengan waktuku. Sumpah! Aku hanya ingin membuat hidup yang kujalani saat ini
indah. Tak peduli seberapapun aku akan sakit, jatuh, terluka, karena manusia
sesungguhnya dilahirkan untuk membahagiakan orang lain. Dan kau adalah salah
satunya. Aku ingin misi hidupku berakhir dengan kebahagiaanmu. Dan kini aku
sudah tau bagaimana itu akan terwujud.
Aku sudah tahu kuncinya. Banyak yang sudah kau katakan
dan semakin banyak pula yang aku simpulkan. Dia memang orangnya. Biar
bagaimanapun, aku juga yakin dialah orangnya. Aku justru tak yakin dengan
diriku sendiri? Sebesar apapun perasaanku padamu tak akan berarti jika aku tak
dipilih olehmu. Itu hanya akan berujung pada sebuah penyesalah dan kesedihanmu.
Dengan itu, misi hidupku yang tak lama ini akan gagal pula.
Di setiap kalian melangkah bersama, aku selalu
berusaha membersihkan jalan kalian dari kerikil-kerikil yang menghalangi
langkah kalian. Di setiap kalian memandang ke arah yang sama, aku selalu
berusaha menghilangkan asap debu yang menghalangi pandangan kalian. Di setiap
kalian bergerak saling menjauh, aku mencoba menjadi tali yang selalu mengikat
kalian. Dan di setiap kalian mulai menatap ragu, maka aku akan datang membawa
kepastian.
Yah… Begitulah. Dua-tiga minggu lagi mungkin kau
takkan melihatku lagi. Aku harus berurusan dengan paru-paru dan hidupku ini.
Namun, untuk hari-hari yang lalu, saat ini, dan hari-hari yang akan datang, aku
akan terus memantau, memperhatikan kalian bersama-sama setiap hari. Aku akan
selalu mendengar setiap keluhanmu, mencoba mencarikan solusi. Dan aku pasti
selalu mencoba menjadi lebih buruk darinya agar kau semakin yakin. Lantas
mengapa? Mengapa aku melakukan itu?
Ada yang mengatakan bahwa kita diciptakan
berpasang-pasangan. Namun itu tak semuanya benar. Tidak semuanya menjadi
pemeran utama dalam sebuah drama. Ada satu. Di antara seribu pasangan yang ada,
mungkin ada satu. Ada satu pasangan yang mendapatkan satu pendampingan. Benar,
kau dan dia diciptakan berpasangan. Dan benar pula, aku mungkin diciptakan
hanya untuk memastikan kalian tetap berpasangan.
Singkat, tak perlu bercerita dengan alur yang rumit
untuk menggambarkan semuanya. Namun, dengan penuh hati-hati kau harus membaca
ini. Aku masih di dalam penyamaranku. Kau harus benar-benar dapat membedakan
apa yang sebenarnya terjadi dengan apa yang membuat itu menjadi cerita. Dwi, nama
itu yang kusematkan padamu di cerita ini. Mungkin setelah semua ini, kau pun
masih tak sadar akan kenyataan yang terjadi. Jika kaulah Dwi, maka cobalah
untuk membaca kembali dan pahami semuanya. Dan mungkin, ketika kau telah paham
tentang semuanya dan ketika kau telah menyadarinya, aku telah pergi.
Karya : Putu Amarta Sadwika Sukma
*PERHATIAN: Penyalinan sebaiknya menyertakan nama pengarang (Amarta Sadwika Sukma, Putu) dan link sumber (Site of Interesting Teens' Articles) sebagai etika penyalinan di dunia maya. Terimakasih!
0 komentar:
Posting Komentar