Senin, 22 Desember 2014

Adalah Kita

Hi, teens! Adakah di antara kalian, khususnya yang cewek-cewek, lagi kurang perhatian dari pacar? Amarta Sadwika Sukma, Putu hadir kembali dengan karyanya "Adalah Kita". Sebuah cerita pendek yang ingin menggugah perasaan kalian terutama para laki-laki untuk lebih memperhatikan pasangannya. "Aku" yang pada kali ini bertindak sebagai perempuan akan bercerita tentang apa yang dia alami dan apa yang menjadi bayang-bayang masa depannya. Penuh amanat untuk pasangan muda-mudi. Langsung saja, untuk membaca silahkan klik judul posting atau "lanjut baca".

*PERHATIAN: Penyalinan sebaiknya menyertakan nama pengarang (Amarta Sadwika Sukma, Putu) dan link sumber (Site of Interesting Teens' Articles) sebagai etika penyalinan di dunia maya. Terimakasih!


“Ting tong!” Dering Line di ponselku membangunkanku dari tidur siang yang tidak kuinginkan. Syukurlah! Tunggu, “Pesan Baru Diterima”. Kuharap itu dia. Setelah sekian lama semoga dia sadar apa yang telah ia tinggalkan. Aku pun bergegas menyentuh layar iPhoneku tanpa suara. Cuihh!! Sama sekali tidak diharapkan. Mengecewakan!

Aku menarik nafas dan menghembuskannya berharap emosiku dapat kukendalikan kembali. Kapan? Kapan aku mendapatkannya kembali? Ya sudahlah! Tak ada artinya aku berkeluh pada diriku sendiri. Sudah! Sudah! Sudah kucoba untuk mengungkapkan apa yang kupermasalahkan padanya. Langsung ataupun tidak. Sudah! Namun sia-sia. Buang-buang waktu! Tak akan kudapatkan kembali apa yang selalu kuterima tak lebih dari satu semester yang lalu. Hinakah aku? Jika seorang perempuan menginginkan perhatian yang lebih dari kekasihnya?  Hinakah aku?

Hina ataupun tidak, aku memilih menjadi diriku sendiri. Seolah-olah aku ingin berteriak padanya, “HEY! KAMU YANG DI SANA!! IYA, KAMU! Kenapa kamu berubah begitu cepaaat??! Hah?!! Ada apa?! Tahukah kau? Dengan begini kau telah menyiksa diriku. Diriku yang kuanggap kekasihmu!”

Teriakan itu tertahan di pangkal leherku. Turun ke bawah, menusuk, mencabik-mencabik setiap kenangan indah yang telah diukirnya di dadaku. Izinkan aku menghembuskan nafasku dan menenangkan diri. Aku harus berpikir jernih. Berpikir yang betul betul berpikir, tanpa rasa hanya logika. Tenang… tenang… tenang… berpikir… berpikir…

Sudah kuputuskan! Jantungku kembali berdetak kencang. Ini keputusan yang sangat berat. Aku benar-benar… suka padanya, entah apakah itu cinta namanya. Tapi jika dia terus seperti ini, walaupun “katanya” dia juga benar benar menyukaiku, apa boleh buat. Ini hakku. Setidaknya suatu saat aku akan melupakannya. Berakhir.

..__..

2025. Musim dingin di awal tahun, sepuluh tahun kemudian.  Udara dingin kota Paris seakan-akan menembus kulitku. Memaksaku untuk berlindung dibalik tembok, di hadapan tungku api. Menunggu. Sungguh aku ingin cepat-cepat kembali ke Bali. Tapi dia tak kunjung datang. Aku kira orang-orang Eropa disiplin dengan waktu mereka. Tunggu, ada yang aneh. Berkali-kali aku meneleponnya tanpa jawaban. Sesibuk itukah dia? Janji. Itu yang ia katakan kemarin. Yang benar saja! Kalau begini ceritanya, aku bisa ketinggalan pesawat. Aku punya kaki, aku bisa jalan sendiri!

“Taxi!” teriakku ke sebuah mobil kuning sambil melambaikan tanganku.

“Airport, please! I’m in hurry!” kataku berharap supir taksi ini mengerti bahasa Inggris. Maklum, aku di sini baru beberapa minggu. Menemani kekasihku dengan urusan bisnisnya sementara aku berjalan-jalan menikmati indahnya kota mode dunia ini. Karena terburu-buru, wajarlah jika aku melupakan bahasa Perancisku.

Jalanan kota Paris yang lenggang ini sepertinya mendukung perjalananku. Satu-satunya yang dapat menghentikan taksi ini adalah lampu merah. Okelah, aku menyerah di negara dengan hukum yang sangat ketat ini. Sesaat aku melihat sepasang kekasih sedang melangkah dengan mesranya di zebra-cross. Meskipun aku datang ke kota paling romantis di dunia ini bersama kekasihku, tak sempat sekalipun kami berjalan-jalan bersama. Apa boleh buat, ia begitu sibuk dengan urusan bis….. Tunggu! Aku kenal orang itu! Aku kenal laki-laki itu! Brengsek!! Katanya dia pergi untuk urusan bisnis. Ternyata ini bisnisnya! Dasar bedebah! Semua laki-laki sama! Keturunan Eropa, pribumi, Cina, Afrika sekalipun sama! Aku muak dengan semua penghianatan itu! Aku muak harus terjebak berkali-kali dalam kata-kata manis dari lidah para setan itu. Bedebaaaah!!!

Aku kehabisan kesabaranku. Kurasakan seluruh darahku berkumpul di ubun-ubun. Ingin kutampar wajahnya dan kucabik-cabik mulut anjingnya itu. Seketika itu pula, aku membuka pintu taksi dan berlari ke arahnya. Tak kupedulikan seketat apapun hukum di negeri ini. Tak sadar mulutku pun berteriak, “Fu…….”

..__..

Aw! Sakit. Sekujur tubuhku terasa sakit. Aw! Kepalaku terasa berat sekali. Apa yang sebenarnya terjadi? Huh! Aku tak dapat bergerak.

“Claudya… Astungkara kamu sadar, Nak…” terdengar suara mamaku di sebelahku. Aku menoleh ke arahnya. Iya, aku sudah menoleh. Tunggu, aku sudah membuka mataku. Iya, sudah! Tapi kenapa aku tak dapat melihat apapun. Gelap. Gelap. Ada apa ini? Ada apa dengan mataku? Tak sadar aku meronta dan berteriak histeris, “Maa! Maaa! Mamaaaa! Mataku kenapa, Ma??!! Maaa! Mamaaaa!!”

“Sshh… Tenang, Claudya. Tenang…” ada banyak suara di ruangan ini. Kenapa ruangan ini begitu ramai? Dimana aku sebenarnya? Aku tak tahan lagi menahan air mataku. Aku menangis. Persis seperti anak kecil di usiaku yang akan menginjak 26 tahun ini. Bukan berarti aku kekanak-kanakan. Dengan keadaan seperti ini, aku tahu aku pasti buta. Tapi, sumpah… sumpah… aku benar-benar takut kegelapan. Ya Tuhan, apa yang terjadi???

“Kamu tertabrak mobil sewaktu kamu di Paris, Nak. Syukurlah kamu bisa dirawat di Bali,” ucap mamaku dengan tenang.

“Sudah berapa lama aku di sini, Ma?”

“Kamu sudah kritis dua bulan…..” hanya itu yang kudengar. Dua bulan? Selama itu kah? Sejenak aku ingin menanyakan bagaimana kabar Roy. Namun kubuang jauh-jauh keinginan itu mengingat dialah penyebab dari kecelakaan ini. Dialah penyebab kebutaanku ini. AAARRGGGHH!! Aku hanya bisa berteriak dalam hati.

“Ma, aku ingin bisa melihat lagi,” kataku polos seperti seorang anak kecil yang sedang meminta mainan pada mamanya.

“Sabar, Nak. Kita sedang menunggu donor kornea untukmu. Berdoalah. Semoga Tuhan memberikan yang terbaik,” kata-kata mamaku begitu sejuk. Namun logikaku kembali berperang. Setahuku, sangat jarang orang yang ingin mendonorkan matanya. Aku tertegun. Aku membenci kegelapan. Aku takut. Namun aku harus hidup di dalamnya.

Gleg. Aku mendengar seseorang memasuki ruangan ini.

“Kamu tidak perlu menunggu terlalu lama lagi. Tersenyumlah! Papa sudah menemui orang yang bersedia mendonorkan korneanya untukmu,” kata-kata Papa seketika membuatku tersenyum. Akhirnya… aku tak perlu hidup buta selamanya. Aku akan bebas. Iya, bebas!

Hari-hari menjelang operasi. Tetap saja aku harus menderita dengan kegelapan ini meskipun tinggal menghitung hari. Satu hari pun terasa dua kali lebih lama. Tak jarang aku mengalami mimpi buruk, siang ataupun malam. Dan ketika aku sadar dan ingin membuka mataku, aku tetap melihat kegelapan. Satu-satunya yang dapat kulihat adalah mimpi itu. Sungguh menakutkan harus terjebak di dalam mimpi setelah aku sadar meskipun hanya untuk beberapa saat. Ya Tuhan, percepatlah operasi itu...

Operasi berjalan lancar. Ini adalah hari dimana aku dapat membuka penutup mataku. 8 Maret 2025, tepat di ulang tahunku yang ke 26 akhirnya aku dapat melihat lagi. Meskipun aku masih harus duduk di kursi roda, dapat melihat kembali adalah kado ulang tahun terindah yang pernah kudapat. Dalam hati aku pun bertanya-tanya, siapa yang rela disumbangkan kornea matanya untukku? Tidakkah ia menjadi buta?

“Tiga…dua…satu!” itu tandanya aku harus melepas penutup mataku. Ini malam hari. Banyak lampu hias di taman rumahku lengkap dengan kue dan lilin di hadapanku. Fiuhh!! Kutiup lilin berbentuk angka 26 itu dan seketika kembang api meledak-ledak di atas kepalaku. Sungguh ulang tahun yang sangat indah. Semuanya indah sekali. Hampir saja aku tak dapat melihat hal ini selamanya. Hampir. Oh iya! Orang itu? Siapakah yang mendonorkan pengelihatannya untukku? Aku mengedip-ngedipkan mataku. Tunggu! Ada yang aneh. Aku hanya dapat melihat dengan satu mataku. Sesaat aku merasa sedih, namun itu berarti aku tidak terlalu merepotkan orang lain. Setidaknya orang itu tetap dapat melihat dengan salah satu matanya.

“Ini dari malaikat yang memberikan separuh pengelihatannya untukmu. Ganteng lho…” kata mamaku sambil memberikan sepucuk surat kepadaku. Surat itu cukup membuatku tertegun. Sangat. Ternyata…

Hai, Claudya! Senang bisa memberikan apa yang kupunya kepadamu. Tapi, maaf aku hanya bisa memberikan separuh. Aku Anand. Semoga kau masih ingat siapa aku. Sepuluh tahun yang lalu kita satu SMA dan menjalin hubungan. Ingat? Tapi entah kenapa kau berubah. Kau mengakhiri segalanya di saat aku sesungguhnya benar-benar menginginkanmu. Sebenarnya aku ingin sekali mengungkapkan semua itu, namun memang aku payah dalam berkata-kata. Semoga dengan membagi apa yang kupunya padamu, kau bisa lebih yakin denganku. Aku ingin kita bahagia bersama. Aku dengan sebelah mataku dan kau dengan sebelahnya lagi. Aku ingin kita saling melengkapi.
 Maafkan aku jika dulu aku tak memperhatikanmu. Maafkan aku jika tak pandai berkata-kata. Bahkan surat ini pun kutulis dengan bantuan temanku.

Anand Diputra
..__..

Kini aku sedang berada di ujung iPhoneku dengan kenyataan di tahun 2015. Yang kau baca barusan hanyalah bayang-bayang yang terjadi di dalam pikiranku beberapa detik yang lalu. Aku tengah dalam kebulatan tekad untuk mengakhiri semuanya denganmu dan mengikuti bayangan itu. Begitu nyata. Dan akan menjadi nyata jika aku meneruskan gerakanku. Nuraniku menghentikan gerakku untuk ini. Sekali lagi, jangan paksa aku untuk mengakhiri semuanya. Jangan terus berdiam di seberang sana seakan kau begitu bodoh. Jangan paksa aku untuk mengikuti bayang-bayang itu. Tolong… Jangan… Jika aku salah, tolong katakan apa salahku. Aku benar-benar minta maaf untuk itu. Satu hal yang benar-benar kuinginkan adalah “kita”.

Karya: Putu Amarta Sadwika Sukma
Illustration by: www.flickr.com

*PERHATIAN: Penyalinan sebaiknya menyertakan nama pengarang (Amarta Sadwika Sukma, Putu) dan link sumber (Site of Interesting Teens' Articles) sebagai etika penyalinan di dunia maya. Terimakasih!

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 PASS-ON. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Blogger Showcase