Minggu, 19 Oktober 2014

Dan Aku Memilih

Hi, teens! Begitu banyak cerita yang terjadi, begitu banyak cerita yang dapat dibuat. Kini, pass-on hadir dengan karya terbaru dari Amarta Sadwika Sukma dengan judul Dan Aku Memilih. Mengambil resiko dengan menjadi seorang "Aku" yang perempuan, Dan Aku Memilih siap menghibur harimu. Yang udah gak sabar baca, silahkan klik judul posting atau "lanjut baca" :)

*PERHATIAN: Penyalinan sebaiknya menyertakan nama pengarang (Amarta Sadwika Sukma, Putu) dan link sumber (Site of Inspiring Teens' Articles) sebagai etika penyalinan di dunia maya. Terimakasih!

Pagi yang sejuk  di taman yang indah. Dari kejauhan, kulihat dua orang laki-laki yang berdiri berhadapan. Tunggu dulu, sepertinya mereka memperebutkan sesuatu. Jangan-jangan, mereka akan berkelahi di sini. Tapi, apa yang mereka berdua perebutkan? Aku tebak mereka baru SMA. Dasar anak SMA. Apalagi yang diperebutkan selain… Yap! Samar-samar akhirnya aku melihat biangnya. Seorang perempuan yang sedang menangis duduk di balik mereka berdua. Hahaha… Yaaa… Asal kau tahu saja. Aku sudah pernah mengalami hal itu jauh sebelum ini. Tak percaya?
Aku tak begitu cantik, bukan primadona di sekolah, dan bukan juga seorang yang berprestasi tinggi saat itu. Tapi bukannya aku sombong, satu hal yang pasti, aku sudah punya pacar. Di umurku yang masih sangat belia, aku sudah bergandengan tangan dengan seorang laki-laki yang kusuka. Cinta? Wahwah… Kalau yang itu sih aku belum tahu pasti. Hahaha… Dasar anak SMP!
Iya, aku masih duduk di bangku SMP saat itu. Dan kau tahu? Itu adalah masa-masa yang tepat untuk merangkul para monyet. Hahaha…  Pacaran? Boleh lah boleh lah. Motivasi. Satu kata kunci itu yang sebenarnya menjadi dasar. Tapi, ya sudahlah…
Siang itu tanganku kembali digenggam. Ya, dialah pilihanku. Jika aku melihat dengan mata dan seluruh logikaku, mungkin ia tak layak kusebut rupawan. Syukurlah, seluruh gejolak perasaanku telah menutup aliran nalar di jalan pikiranku. Toh tidak ada gunanya aku berlogika ria dan mengabaikan kesenangan masa remaja ini. Deg-degan, senang, bangga, nyaman, dan apalah itu selalu bercampur, bersekutu menjadi satu dan itulah yang kurasakan saat itu.
Setia. Iya, itu namanya. Syukurlah bukan hanya sekedar nama. Sifatnya pun sungguh demikian. Buktinya, hari itu, kami sudah bersama selama 14 bulan. Bangga bisa menjalin hubungan selama itu. Lucunya tak pernah bosan aku mendengar, tangannya tak pernah bosan aku menggenggam, dan matanya tak pernah bosan aku menatap. Unik. Mungkin itulah kata yang tepat. Mungkin itulah yang bisa mempertahankan kata “kita” sejauh ini. People said, “The Winner is Different”, then I said, “He wins me because he is different.”
Berbeda. Iya, begitulah dia, aku, dan kami. Satu dua bulan, bulan demi bulan pun kami jalani. Semakin lama semakin nyaman, semakin lama semakin erat. Bosan? Iya, begitulah adanya jika kisah cinta dialami oleh seorang anak dari SMP sampai SMA. Hahaha… Aku masih menutupi diriku. Aku masih menutupi ceritaku. Kau tahu, semuanya telah menjadi rahasia umum. Kau tahu, bahwa kodrat seorang perempuan adalah memilih untuk menerima dari sekian pilihan yang ada. Dan masihkah kau tahu bahwa memilih itu sulit?
Seandainya aku seorang laki-laki, maka aku akan mendekati seorang perempuan, mendekatinya, mengungkapkan perasaanku, dan menunggu responnya. Simpel. Jika diterima, syukur. Jika tidak, ya tinggal pergi dan cari yang lain. Betapa mudahnya menjadi laki-laki. Dan pikiranku terus bersarang karena aku seorang perempuan. Perempuan yang harus selalu menatap gengsi laki-laki yang kusuka, pura-pura tak mau, menunggu, dan menunggu. Jika ditembak, syukur. Jika tidak, apa mau dikata? Aku harus larut dalam sebuah penantian.
Lho, masalahnya apa? Aku sudah punya pacar sekarang. Aku sayang, dia sayang. Semua sudah lengkap. Apa masalahku? Apa? Setidaknya dengan memiliki seorang laki-laki di sampingmu, belum tentu kamu akan dibuat senang seratus persen olehnya. Sudah kubilang, kodrat perempuan adalah memilih. Dan setiap ada pilihan yang terpilih, ada pilihan yang tersisih. Pernahkan kau bertanya siapa yang tersisih?
Tak dianggap, dilupakan, tersiksa dalam kesendirian. Berlebihan memang tapi itulah yang terjadi. Tersisih. Bukan maksudku membuatnya seperti itu. Aku tak ingin siapa pun seperti itu karena aku. Hanya karena aku. Dan oh Tuhan, mungkinkah aku melakukan sebuah kesalahan?
Dia datang. Datang dengan perasaan yang lebih. Dia yang lain. Dia yang memang tak menjadi pilihanku. Andre. Iya, nama yang umum bukan? Tapi ini Andre yang khusus. Aku heran dengan sifat laki-laki, semua laki-laki. Entah mengapa mereka begitu teguh, begitu kokoh. Entah itu sok teguh atau memang sungguh-sungguh, aku hanya heran melihat diri mereka membiarkan diri mereka sendiri tersiksa.
Andre. Mengapa kau datang lagi? Lagi dan terus menerus? Sungguh teguh tanpa mengeluh. Meski aku sudah menjauh, tak pernah kau biarkan aku jauh. Selalu. Terus. Tak bosankah dirimu? Tak bosankah dirimu kalah seperti ini? Masih banyak perempuan yang lain! Kau bisa, Ndre!
Aku tahu kau bisa. Bukannya aku sok tahu, tapi bukankah kau pernah berhasil? Kau sudah pernah berpacaran setelah itu. Singkat. Tapi apakah itu berarti kau gagal? Itu berarti kau hanya belum menemukan orang yang tepat. Haruskah yang tepat itu aku? Kau sudah pernah menang. Kau sudah pernah di atas. Mengapa kau banting dirimu jatuh ke bawah? Lagi. Mengapa kau ingin terus kalah?
Andre. Andre. Andre. Aku pikir kau sudah lupa sejak saat itu. Bodoh! Aku sudah menentukan pilihan. Dasar laki-laki bodoh! Ini sudah dua tahun dan kau sama sekali belum menyerah. Kau terus memandangku lain. Kau masih saja menunggu. Dasar bodoh! Bodoh! Bodooooh!!!!!!!
Berikan aku waktu mengusap air mataku. Maaf, aku tak bisa mengontrol emosiku. Maaf, maaf, maaf. Maaf aku mencaci dirimu seolah-olah hanya kaulah yang salah. Aku sangat sangat menghargai perasaanmu itu. Setia? Iya, Setia memang menjadi pilihanku. Setia yang benar-benar pas untukku. Dan kurasa……
Aku membutuhkan satu tenggang waktu untuk berpikir, merenung, dan memutuskan apa yang harus kulakukan. Sungguh, aku ingin hidup tenang. Tapi di masa remaja ini, sungguhpun aku tak bisa. Dan inilah keputusanku. Bertahun-tahun kubuang waktuku dalam lautan perasaan. Kini kucoba untuk meraih permukaan. Aku harus menyelesaikan semuanya. Harus. Aku tak tega berbahagia di atas orang lain yang menginginkan kebahagiaan itu dalam penderitaan. Aku tak mampu untuk melihat seorang susah hanya karena aku seorang. Dan yang kupilih adalah…
Aku menarik nafas panjang. Kisah yang lama kututupi ini akan mulai menemui jalan keluarnya. Masalah selesai! Kupikir demikian. Tak ada lagi yang mengikatku. Kini kubiarkan semuanya adil. Kubiarkan mereka merasakan hal yang sama. Hak suaraku hanya satu dan aku hanya mampu memilih salah satunya. Masalahnya, “keduanya atau tidak sama sekali.”
“Pelampiasan…,” kata keji itu keluar dari mulutnya. “Aku hanya ingin merasakan kebahagiaan yang sama dengan kalian.” Alasan macam apa itu?! Jadi selama ini?? Bullshit!
Oke..oke… Untuk saat itu aku bisa menerima alasannya. Namun, sesaat setelah kucoba mengerti, orang itu datang. Rumit memang. Tidak ada kisah cinta yang tidak rumit. Dan apakah kisah yang rumit ini dapat menjadi sebuah kisah cinta?
 Dia bukan seorang laki-laki. Perempuan? Lalu bagaimana? Sayangnya Andre tak datang sendiri. Orang itu datang. Tia. Bersama dengan semua masalah baru. Kini justru semakin rumit. Oke, aku dan mereka hanyalah dalam pertemanan, persahabatan mungkin. Tapi, apakah nada cemburu diperbolehkan dalam sebuah pertemanan atau ya… mungkin sebuah persahabatan?
Nyatanya hidupku tak pernah tenang. Tia menginginkan Andre. Sangat. Andre dan Setia sudah jatuh padaku. Dalam. Tapi aku, justru jatuh ke dalam jurang rasa bersalah. Bingung. Satu hal yang membuatku akhirnya menutup segala kemungkinan yang ada. Sudah! Cukup! Aku tidak ingin lagi merasakan semua ini. Tidak akan! Tidaaaaak!!
Kicauan burung di atas kepalaku membangunkanku dari khayalan masa lalu. Tak terasa aku berdiri terlalu lama. Rasa ngilu sudah mulai merambah sendi-sendi lututku. Tanganku yang keriput ini mulai menggerakkan tongkat yang selalu setia membantuku. Sambil aku berjalan pelan, masih kulihat mereka yang di sana belum menyelesaikan masalahnya. Masalah itu tak akan pernah selesai sampai ada yang mengalah. Mengalah, bukan menyerah. Dan sampai di titik ini, akulah yang mengalah. Langkah-langkahku kini menuju ke sebuah panti. Orang-orang seumurku telah menunggu. Orang-orang yang sudah kehilangan bahkan masih menunggu rasa cinta di masa senja. Hingga malamku tiba, aku akan tetap di sini, tanpa cinta, namun berbalut kasih sayang.

*PERHATIAN: Penyalinan sebaiknya menyertakan nama pengarang (Amarta Sadwika Sukma, Putu) dan link sumber (Site of Inspiring Teens' Articles) sebagai etika penyalinan di dunia maya. Terimakasih!

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 PASS-ON. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Blogger Showcase