Jono, begitu teman temannya memanggil. Sehari-harinya dia belajar di sebuah SMP unggulan di daerahnya. Sayangnya, dia tidak bisa belajar dengan serius di rumah. Kondisi ekonomi yang tidak mendukung, membuatnya harus membantu ibunya menjual kue. Setiap pulang sekolah, dari siang sampai malam, Jono keliling kota untuk menjual kue buatan ibunya. Saking lelahnya, tak ada waktu lagi untuknya untuk belajar di rumah setelah itu.
Suatu saat, di siang harinya yang terik, Jono merasa sangat kehausan. Tak sepeser pun uang ia punya untuk membeli air. Ia terus bertekad untuk melanjutkan langkahnya. Sampai pada satu rumah megah, ia sudah tidak kuat lagi. Ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumah tersebut. "Permisi, permisi!", teriaknya sambil mengetuk pintu. "Iya. Ada apa ya? Kamu siapa?", kata si nona rumah. Jono terdiam kaku ketika melihat "bidadari" di hadapannya. Pandangan hangat gadis itu seakan menyegarkan dirinya kembali. "Maaf, ada apa ya, Kak?", suara lembut gadis itu memecah keheningan. "Maaf, non. Saya haus sekali. Saya bermaksud untuk...", belum sempat Jono melanjutkan, gadis itu masuk ke rumahnya tanpa basa basi. Karena Jono tak sanggup lagi melanjutkan perjalanan, ia tetap menunggu di depan pintu rumah itu dalam kekecewaan dan putus asa. Ia kira gadis itu akan menolongnya.
"Kak!", lagi lagi suara lembut itu terdengar di telinga Jono. "Ini, Kak. Semoga bisa membantu kakak, cepat dihabiskan ya, Kak!", kata gadis itu sambil memberikan segelas susu. "Terimakasih, dik!", ucap Jono setelah meminum habis susu yang diberikan.
Jono kemudian melanjutkan perjalanan. Di sepanjang jalan sambil menawarkan kue, ia terbayang bayang senyum manis dan tatapan mata gadis itu. "Waduh! Aku lupa tanya siapa namanya.", katanya sambil menampar dirinya sendiri. Kemudian ia melanjutkan langkahnya sebagaimana ia melanjutkan pendidikannya.
Gadis manis si nona rumah, yang ternyata bernama Santhi. Sayang, keceriaan si manis Santhi tak lagi dapat dirasakan Santhi dewasa. Ia mengidap penyakit yang akut. Hartanya dihabiskan demi mengobati penderitaannya itu. Santhi harus menjalani operasi, tetapi uangnya tidak cukup. "Yang penting sehat. Kalau sudah sehat, aku bisa cari uang!", katanya dalam hati. Ia kemudian menjalani operasi dan akhirnya sembuh total. Kasir di rumah sakit menunggunya dengan senyum manis dan sebuah amplop di tangan. Ia kemudian mengambil amplop itu dan memberanikan diri untuk membukanya. Amplop yang semula ia kira berisi tagihan rumah sakit, ternyata membuatnya meneteskan air mata. Air dari mata yang jernih, yang dahulu mampu menaklukkan hati seorang Jono kecil. Biaya operasi anda lunas hanya dengan segelas susu, dari dr. Jono Sujono, SpB. Air mata menetes dan membasahi pipi hingga bibirnya. Bibirnya yang tersenyum indah 15 tahun yang terus melekat di hati si dokter Jono.
Mungkin banyak di antara pembaca yang sudah pernah mendengar kisah ini sebelumnya. Terutama bagi murid SMP N 1 Singaraja yang dengan semangat mendengarkan pengarahan dari kepala sekolahnya, Bapak Ketut Bawa. Terimakasih, Pak. Atas kisah kisah yang sangat memberikan kami inspirasi ini. Semoga kisah ini memotivasi kami untuk terus beramal bagi sesama.
Terimakasih kepada para pembaca!
Kritik dan saran: langsung ketik di kolom komentar, Amarta Sadwika Sukma (via Facebook), @AmartaSadwika (twitter), dan @amarta_sadwika (ID Line)
0 komentar:
Posting Komentar